watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

DIPERBDAK NYONYA

Aku adalah seorang mahasiswa semester akhir.
Sejak berusia 16 tahun aku merasakan bahwa
aku mempunyai perilaku seks yang
menyimpang. Sebagai laki-laki, aku justru lebih
suka untuk didominasi oleh wanita. Aku sering
membayangkan suatu keadaan dimana aku
dicaci, dihina, direndahkan, dan disiksa secara
sadis oleh seorang wanita.
Saat aku menginjak semester delapan, aku
mendaftarkan diri pada sebuah situs BDSM dan
berhasil berkenalan dengan seorang wanita
berusia 30 tahun yang suka menjadi dominan.
Dia adalah Nyonya Hana. Perkenalan awal lewat
internet kemudian berlanjut ke pertemuan kami.
Ternyata Nuonya Hana adalah seorang manajer
personalia di sebuah hotel. Dia tidak cantik,
namun berpenampilan anggun. Singkat cerita,
kami pun saling cocok.
Sejak awal bulan Juli, kami pun sepakat untuk
menjadi pasangan majikan dan budak. Aku
berkewajiban untuk melayani Nyonya Hana
kapan pun dia menginginkanku. Aku juga harus
mematuhi seluruh perintah-perintahnya dan
menerima semua yang dilakukannya kepadaku.
Termasuk hinaan dan siksaan. Sedangkan
Nyonya Hana, dia memiliki hak penuh untuk
melakukan apa saja yang disukainya kepadaku.
Aku tidak lebih dari barang-barang miliknya yang
lain. Dan aku tidak menerima imbalan apapun.
Imbalanku adalah kesenanganku.
Aku akan bercerita sebagian pengalamanku
selama jadi budak Nyonya Hana. Saat itu hari
sudah malam. Sekitar pukul delapan malam.
Telepon di kontrakanku berdering. Kebetulan aku
yang mengangkatnya. Ternyata itu adalah
Nyonya Hana. Dia memintaku untuk datang ke
alamat villa sewaannya dan melayaninya malam
itu juga. Tentu saja aku tidak dapat menolak. Dia
adalah majikanku. Dan aku pun berangkat
malam itu.
Nyonya Hana sudah menungguku saat aku tiba
di villa. Dia berpakaian serba hitam yang
mengkilap. Tanpa basa-basi lagi, dia lalu
menyuruhku untuk melepas seluruh bajuku.
Aku menurutinya. Kini tubuhku telanjang bulat
tanpa selembar kain pun. Nyonya Hana lalu
mendekatiku. Dia melumat bibirku dan meremas
kemaluanku. Penisku pun mengeras. Nyonya
Hana meraba seluruh tubuhku dan membuatku
semakin terangsang.
Di tengah permainan itu, dia berhenti. Nyonya
Hana lalu menyuruhku untuk memasuki ruang
belakang. Di sana ternyata sudah terdapat tali
panjang yang menggantung pada kayu besar
yang melintang di tengah ruangan. Dia lalu
mengikat kedua tanganku pada tali itu. Kini aku
sama sekali tidak berdaya. Kedua tanganku diikat
menyatu ke atas pada tali itu dan aku pun
terpaksa harus berjinjit pada kedua ujung kakiku
karena tali itu ternyata terlalu tinggi.
Nyonya Hana mengelilingi aku sebentar, lalu dia
pergi ke arah meja dan mengambil sebuah
cambuk berwarna hitam. Semenit kemudian, dia
sudah berdiri di belakangku.
Dia lalu mendekatiku dan berkata, “Hei budak,
kamu adalah milikku dan saat ini aku ingin sekali
menyiksa kamu. Kamu tahu? Aku sangat puas
jika melihat kamu berteriak kesakitan.”
Aku diam saja. Aku hanya bisa pasrah dengan
apa yang akan terjadi berikutnya.
Tiba-tiba. Tar! Tar! Dua cambukan menghajar
punggungku dengan keras. Aku berteriak keras.
Rasanya sakit sekali. Nyonya Hana tertawa puas
melihat tubuh bugilku menggeliat menahan sakit
yang amat sangat. Dia tidak berhenti sampai di
situ. Nyonya Hana terus mencambukku sampai
sekitar 200 cambukan. Punggungku terasa amat
sakit dan panas karena sobek dan mengeluarkan
darah. Tubuhku sudah basah dengan keringat
dan terasa lemas. Tapi anehnya, aku
menikmatinya. Inilah yang kuimpikan sejak dulu,
disiksa dan direndahkan oleh wanita.
Setelah puas dengan cambukan, dia melepas
ikatan tanganku. Dia lalu memindahkanku ke
kamar tidur. Dia lalu mengikat kedua tangan dan
kakiku dengan tali ke masing-masing sudut
tempat tidur. Kini aku telentang dalam keadaan
terikat dan telanjang seperti huruf X.
Nyonya Hana lalu meraih kotak tempat dia
menyimpan alat-alat penyiksaan dan mengambil
dua buah jepitan buaya yang bergigi tajam dan
terkenal kuat cengkeramannya. Aku menunggu
dengan hati berdebar-debar. Seperti yang
kuduga, Nyonya Hana meraih putingku dan
menjepitkan jepitan buaya itu hingga daging
kedua putingku terjepit erat. Rasanya sakit sekali.
Aku berteriak dan meronta. Tapi tubuhku terikat
erat oleh tali di tempat tidur. Aku tidak berdaya.
Selang beberapa menit, aku pun kembali tenang.
Nyonya Hana kembali mendekatiku, dan kali ini
dia membawa sebuah lilin merah dengan
diameter besar, seperti yang sering dipakai di
kuil-kuil. Dia lalu menyalakan lilin itu. Setelah lilin
terbakar, Nyonya Hana lalu memiringkan lilin
yang dibawanya dan meneteskan lilin panas
yang meleleh di atas tubuhku yang telanjang.
Satu tetesan pertama mendarat tepat di atas
putingku yang terjepit oleh jepitan buaya. Aku
berteriak histeris. Rasanya seperti di neraka.
Tetapi Nyonya Hana hanya tersenyum.
Dia lalu meneteskan lilin itu ke bagian-bagian
tubuhku yang sensitif. Dada, perut dan paha
tidak luput dari tetesan cairan lilin panas.
Tubuhku semakin berkeringat dan
menggelinjang menahan panas. Aku merasakan
siksaan yang amat sakit. Aku hanya dapat
mengerang kesakitan dan memohon belas
kasihan Nyonya Hana.
Setelah sebagian besar tubuhku tertutup lilin
panas yang mengering, Nyonya Hana kemudian
melepaskan ikatan kedua kakiku. Dia lalu
mengangkat kedua kakiku ke atas dan kemudian
ditekan dalam keadaan mengangkang ke arah
dada. Kini aku hampir dapat mencium kedua
lututku. Nyonya Hana lalu mengikat kedua kakiku
dengan tali pada ujung sudut-sudut tempat tidur
yang digunakan untuk mengikat kedua
tanganku. Kini aku semakin tidak berdaya. Selain
ikatan tubuhku semakin kuat, aku juga telah
banyak kehilangan tenaga.
Dalam keadaan seperti ini, kedua kakiku dalam
keadaan mengangkang ke atas dan pantatku pun
tepat berhadapan dengan Nyonya Hana. Dia
kembali menyalakan lilin. Saat itu aku sudah
mulai ketakutan.
“Ampun, Nyonya.., ampun. Tolong, ampuni
saya. Jangan siksa saya lagi, Nyonya..!” aku
merintih memohon belas kasihan Nyonya Hana.
Dia hanya tersenyum.
Nyonya Hana lalu memiringkan lilin yang tadi
dinyalakannya ke arah pantatku yang terbuka.
Tes.. Tes.. Tes. Sekian banyak tetes lilin mengalir
deras di daerah pantatku. Aku berteriak sekuat-
kuatnya untuk menahan sakit. Tidak hanya
sampai di situ saja siksaan yang kualami. Pada
tetesan yang entah ke berapa puluh kalinya,
Nyonya Hana kemudian mengarahkan lilinnya ke
anusku. Tidak dapat dielak lagi, cairan lilin panas
itu menghujani daerah anusku dan sebagian
masuk ke lubang anus.
Kali ini aku tidak hanya berteriak tapi juga
membentur-benturkan pantatku ke tempat tidur
untuk menahan sakit. Nyonya Hana tertawa
terbahak-bahak melihatku kesakitan dalam
keadaan telanjang dan terikat tidak berdaya. Aku
tidak lebih dari kelinci percobaan Nyonya Hana.
Ternyata Nyonya Hana belum puas. Dia masih
kembali memiringkan lilinnya ke arah tubuhku.
Kali ini sasarannnya adalah kemaluanku. Tanpa
basa-basi lagi Nyonya Hana meneteskan lilin-lilin
panas bertubi-tubi ke arah penisku. Aku kembali
berteriak kesakitan. Badanku bergetar dan aku
merasa ingin pingsan. Nyonya Hana tertawa
penuh kemenangan.
Dia lalu mendekati wajahku dan berkata,
“Rasakan, budak..!”
Sedetik kemudian, kedua tangan Nyonya Hana
menarik jepitan buaya di kedua putingku dengan
tarikan keras dan panjang. Aku benar-benar
berteriak histeris. Malam itu aku disiksa dengan
cara-cara yang teramat sadis dan keji. Setelah
puas menyiksaku dengan sadis, Nyonya Hana
melepaskan ikatanku dan juga jepitan buaya di
putingku. Rasanya seperti diiris dengan pisau.
Kedua putingku terasa sakit dan mengeluarkan
darah.
Nyonya Hana kemudian memakaikan sebuah
kalung anjing di leherku dan menyuruhku untuk
berjalan merangkak mengikutinya seperti seekor
anjing. Dia ternyata membawaku ke halaman
belakang. Di situ terdapat sebuah kandang anjing
yang kosong. Nyonya Hana meyuruhku untuk
masuk ke dalamnya. Aku menuruti perintahnya.
Dia lalu menutup pintu kandang dan
menguncinya.
Nyonya Hana lalu berkata, “Nah, budak, kamu
sekarang bisa tidur dulu. Aku ada janji malam ini
dengan seorang pria yang jantan dan macho.
Dia benar-benar cowok idaman. Setidaknya tidak
seperti kamu. Bagiku, kamu adalah budak belian
yang hina yang tak lebih dari seekor anjing. Nah,
sekarang tidurlah seperti seekor anjing..!”
Nyonya Hana kemudian meninggalkanku
sendirian di kandang anjing. Dia pergi ke arah
kota untuk minum-minum di kafe. Sementara
itu, tubuhku menjadi sasaran nyamuk-nyamuk
kelaparan. Aku benar-benar diperlakukan seperti
budak malam itu. Dicaci, dihina, direndahkan dan
disiksa secara sadis oleh majikanku. Dan kini aku
diperlakukan tidak lebih dari seekor binatang.
Untungnya, malam itu aku dapat juga tidur
walaupun hari sudah menjelang pagi.
Keesokan harinya, aku dibangunkan secara kasar
oleh Nyonya Hana pagi-pagi sekali. Mungkin
sekitar pukul enam pagi. Tubuhku masih terasa
sakit dan penat karena siksaan semalam. Tapi
bagaimanapun juga aku berusaha untuk
bangun. Aku tidak berani untuk melawan
majikanku. Aku kemudian diberinya pakaian
yang pantas dan dipaksa untuk masuk ke mobil.
Kami kemudian pergi ke arah luar kota.
Sekitar setengah jam perjalanan, kami melewati
jalan raya kecil yang di kanan kirinya masih
merupakan hutan, walaupun bukan hutan liar.
Tiba-tiba Nyonya Hana membelokkan mobilnya
ke kiri dan masuk ke sebuah jalan tanah. Dia
baru berhenti setelah kami tidak terlihat dari arah
jalan raya karena terlindung pepohonan.
Nyonya Hana lalu menyuruhku turun. Dia lalu
memerintahkanku untuk melepaskan seluruh
pakainku. Aku tidak dapat menolak. Kini aku pun
kembali telanjang bulat bersama Nyonya Hana di
tengah hutan. Nyonya Hana kemudian
menyuruhku untuk mengikutinya menuju ke
sebuah sungai yang ada di situ. Dia kemudian
memerintahkan aku untuk mengotori seluruh
badanku dengan lumpur sungai yang ada di situ.
Aku pun melakukannya. Nyonya Hana melihatku
dengan tersenyum puas. Aku melumuri seluruh
badanku dengan lumpur termasuk wajahku.
Setelah selesai, Nyonya Hana kemudian
mengacak-acak rambutku, sehingga
penampilanku seperti orang gila saat itu.
Tidak berhenti sampai di situ, Nyonya Hana lalu
memberiku tulang ayam goreng yang sudah
sedikit dagingnya. Dia lalu mengatakan padaku
bahwa dia akan membawa pergi pakaianku dan
menungguku di seberang hutan yang lain yang
telah ditunjukkannya padaku melalui peta.
Jaraknya kurang lebih lima kilometer. Untuk
mencapai tempat itu, aku harus berjalan melalui
pinggir jalan raya dalam keadaan telanjang dan
sambil memakan tulangan ayam. Aku benar-
benar merasa direndahkan saat itu. Tapi sekali
lagi, aku justru menikmatinya.
Tidak berapa lama, Nyonya Hana benar-benar
meninggalkanku sendirian di dalam hutan.
Setelah Nyonya Hana pergi, aku pun mulai
berjalan ke arah jalan raya. Sampai di batas
pepohonan yang menutupiku dengan jalan raya
kecil itu, aku mulai ragu. Meskipun bukan jalan
raya besar, jalan raya itu cukup ramai dengan
kendaraan yang lalu lalang. Tetapi aku juga tidak
tahu jalan lain untuk menuju tempat Nyonya
Hana menunggu selain melalui jalan itu. Untuk
berjalan melalui hutan, aku tidak berani
mengambil resiko. Bisa-bisa aku tersesat karena
tidak tahu arah sama sekali. Aku juga tidak dapat
terus-terusan tinggal diam di situ karena aku
tidak punya pakaian selembar pun.
Bagaimanapun juga aku harus menemui
Nyonya Hana di seberang hutan.
Akhirnya, aku nekat juga. Pelan-pelan aku keluar
dari pepohonan saat jalan raya sepi. Tetapi, itu
tidak berlangsung lama. Sebentar kemudian
sebuah mobil pick up yang bagian belakangnya
penuh dengan penumpang terlihat dari jauh.
Setelah dekat dan melihatku, mereka bersorak-
sorak ramai mengejekku dengan kata-kata kotor.
Ternyata, di bagian belakang mobil itu juga ada
beberapa gadis yang ikut menumpang. Tanpa
diduga, si sopir memperlambat laju mobilnya di
dekatku untuk memberikan kesempatan kepada
teman-temannya mengejekku dan mengolokku
di depan para gadis itu.
Jarakku dengan mobil itu hanya sekitar 3 meter
karena memang jalan raya kecil itu tidak punya
bahu jalan yang cukup lebar. Gadis-gadis di situ
menjerit menahan malu. Tetapi aku yakin bahwa
mereka sudah melihat ke arahku. Aku benar-
benar merasa sangat rendah saat itu. Aku diolok-
olok di depan umum dalam keadaan bugil dan
kotor. Akhirnya, mereka berlalu juga.
Kejadian seperti itu berulang terus sepanjang aku
menempuh perjalananku. Aku dilecehkan dan
dicemooh oleh orang-orang. Aku terpaksa harus
berjalan dalam keadaan telanjang bulat dan
tubuh penuh dengan kotoran. Wanita-wanita
yang kebetulan melihatku, tersenyum menahan
malu. Tapi kemudian mereka juga berbisik-bisik
dan tertawa menghinaku. Aku hampir-hampir
tidak kuat menahan pelecehan itu. Tapi aku tidak
punya pilihan lain selain kembali kepada Nyonya
Hana. Kalau tidak, aku akan ditinggalkan
selamanya di hutan tanpa pakaian. Cemoohan
kepada diriku harus kutahan selama jarak lima
kilometer.
Setelah berjalan sekian lama, akhirnya aku
sampai juga ke sudut hutan yang sepi yang telah
di tentukan Nyonya Hana. Dia menungguku di
sana sambil tertawa terbahak-bahak melihatku
datang. Dia berdiri berkacak pinggang penuh
kemenangan. Setelah puas menatap keadaaanku,
Nyonya Hana tidak memberiku pakaian, tetapi
langsung menyuruhku untuk masuk ke mobil
dan membawaku kembali ke villa. Untungnya,
kaca mobil Nyonya Hana sangat gelap, sehingga
tubuh telanjangku tidak akan kelihatan dari luar.
Kami sampai di villa sudah siang. Mungkin
sekitar pukul setengah dua belas. Saat itu
matahari bersinar terik tanpa awan sedikit pun
yang menutupinya. Hari itu menjadi siang yang
sangat panas.
Nyonya Hana kemudian membawaku ke
halaman belakang villa. Di sana terdapat sebuah
tiang melengkung berbentuk huruf U terbalik
yang lebih tinggi dariku. Tanpa memberiku
kesempatan untuk beristirahat, Nyonya Hana
langsung mengambil tali dan mengikat kedua
tanganku di puncak tiang seperti keadaan tadi
malam. Kedua tanganku terikat ke atas dan
kakiku pun sedikit terangkat ke atas, sehingga
aku hanya dapat bertumpu pada ujung jari-jari
kaki.
Nyonya Hana lalu mengambil cambuk dan
mencambuk tubuhku sekitar 30 cambukan
keras. Aku hanya dapat berteriak kesakitan dan
memohon ampun pada Nyonya Hana. Tapi dia
tetap tidak perduli. Punggungku kembali terasa
sakit karena luka cambukan semalam belum
sembuh. Tubuhku penuh dengan keringat
karena sinar matahari yang amat panas.
Setelah puas mencambukku, Nyonya Hana
meninggalkanku begitu saja dijemur di bawah
terik matahari yang menyengat. Tubuhku terasa
sangat lemas. Mataku sudah berkunang-kunang.
Yang kuingat, aku belum diberi makan oleh
Nyonya Hana sejak penyiksaan dimulai tadi
malam. Tubuhku yang kotor dan bugil dibakar
sinar matahari sepanjang siang itu. Keringatku
membasahi tubuhku dengan deras membuatku
semakin lemas.
Sementara itu, punggungku terasa amat sakit
akibat cambukan dan bagian depan tubuhku dan
daerah sekitar kemaluanku masih memerah
akibat siksaan panas lilin tadi malam. Aku benar-
benar merasa seperti di neraka. Aku hanya ingat
aku dijemur lama sekali. Akhirnya aku tidak kuat.
Aku pingsan di tiang siksaan.
Ketika aku sadar, aku sudah berada di dalam
villa. Hari sudah sore. Nyonya Hana ada di
depanku membawa makanan. Aku sedikit
gembira karena tubuhku sudah sangat lemas.
Nyonya Hana kemudian memberiku makan saat
itu. Namun tentu saja aku tidak dapat makan
seperti orang biasa. Aku adalah seorang budak.
Nyonya Hana menaruh makanan yang
dibawanya di mangkuk makanan anjing dan
menyuruhku untuk makan dalam keadaaan
merangkak dan hanya boleh menggunakan
mulut seperti layaknya seekor anjing. Harga
diriku benar-benar diinjak-injak. Aku tahu bahwa
anjing pun masih mendapatkan perlakuan yang
lebih baik. Setidaknya, anjing masih diberikan
makanan secara teratur dan disayang oleh
majikannya. Sedangkan aku, jatah makanku saja
terlambat dan aku pun selalu disiksa secara sadis
oleh majikanku. Nyonya Hana benar-benar
menempatkanku dalam posisi yang amat
rendah. Bahkan lebih rendah dari anjing
piaraannya.
Setelah makan, aku kembali dibimbing oleh
Nyonya Hana menuju kamar mandi. Di sana
tangan dan kakiku diikat dengan tali, kemudian
pintu kamar mandi dikunci oleh Nyonya Hana.
Setelah itu, Nyonya Hana pergi entah kemana.
Aku sangat capek saat itu. Aku langsung tertidur
dan baru dibangunkan oleh Nyonya Hana dini
hari keesokannya. Nyonya Hana mengatakan
bahwa sewa villa telah habis dan aku harus
meninggalkan villa sebelum jam tujuh pagi.
Setelah itu, Nyonya Hana langsung pergi
meninggalkanku begitu saja yang masih
telanjang bulat dan kotor seperti sampah.
Nyonya Hana akan datang lagi saat dia
memerlukanku untuk dimaki dan disiksa secara
sadis. Diperlakukan seperti budak dan
direndahkan seperti anjing. Tapi aku tidak dapat
menolak. Aku harus patuh padanya. Karena
Nyonya Hana adalah majikanku dan aku adalah
‘BUDAK’-nya.
TAMAT


Adult | GO HOME | Exit
1/1628
U-ON

inc Powered by Xtgem.com